Rabu, 16 September 2015

Santri Al Badriyyah Lepas Penat dengan Ziarah Para Wali



Para santri huffadz (penghapal Al Quran) Pondok Pesantren Al-Badriyyah Suburan Mranggen Demak mengadakan kegiatan wisata religi atau ziarah sebagai upaya melepas kepenatan dari rutinitas pengajian sehari-hari.
Kegiatan ini diikuti sebanyak 60-an santri huffadz dari total 400-an santri. Ziarah dipimpin langsung pengasuh pesantren Al-Badriyyah KH Muhibbin Muhsin Alhafidz pada Selasa (15/9).
Ketua panitia kegiatan, H. Badrul Munir mengatakan tradisi ziarah adalah salah satu cara manusia melakukan perjalanan spiritual guna memperoleh pengalaman batin.
“Wisata ziarah merupakan tradisi yang sudah dijalankan oleh warga NU sejak lama untuk menghormati leluhur dan para wali atau orang saleh yang dianggap mendedikasikan hidupnya untuk Islam,” ungkapnya.
Menurut dia, ziarah juga merupakan salah satu tradisi yang telah berlangsung lama dilestarikan pesantren, selain tahlil, muludan, manaqiban, dan lain-lain.
Kegiatan tersebut, sambung dia, tetap dilaksanakan masyarakat pesantren untuk menjemput berkah dari para salaf al-shalih, juga untuk merevitalisasi kontribusi dan teladan para leluhur agar senantiasa ‘hidup’ betapapun zaman sudah modern seperti sekarang ini.
Pengasuh Pesantren Al Badriyyah Mranggen KH Muhibbin Muhsin Al Hafidz seperti yang disampaikan oleh Hj Nadliroh Al Hafidzoh mengatakan, kegiatan semacam ini perlu dilakukan untuk memperkenalkan sekaligus meneladani para wali.
Juga untuk memperoleh keberkahan dan meneladani semangat para wali dalam berjuang mempelajari dan menyebarkan ilmu tentang Islam terutama ilmu Al Quran.

“Dari ziarah ini, para santri dapat mengambil teladan terutama bagaimana para wali beinteraksi dengan Al-Qur’an mulai dari cara membaca, menghafal bahkan mengimplementasikannya dalam hidup keseharian,” jelasnya.

Tujuan wisata religi ini menziarahi makam Mbah Hasan Munadi di Ungaran dan Mbah Dalhar di Magelang. Juga wisata di pantai Parangtritis Yogyakarta dan jalan-jalan di Malioboro.

Sementara itu Lublubatus Sa’diyyah, salah seorang peserta wisata religi ini, mengatakan, wisata religi tidak sekadar mengenal sejarah dan meneladani perjuangan tokoh besar penyebar
agama islam, tetapi juga menggelar doa bersama dan berzikir untuk memohon berkah Allah SWT agar mendapatkan ketenangan dan konsentrasi dalam menghapal Al Quran seperti yang sudah ditentukan oleh pengasuh. (BZ) 



*Bisa juga dibaca di http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,46-id,62222-lang,id-c,pesantren-t,Santri+Penghafal+Al+Qur+rsquo+an+Lepas+Penat+dengan+Ziarah-.phpx

Senin, 24 Agustus 2015

Sambut Akhirussanah, Pesantren Al-Badriyyah Gelar Musabaqoh



Demak, nujateng.com
Menjelang bulan Ramadlan, hampir semua pondok pesantren di Indonesia mengadakan kegiatan haflah akhirussanah atau kegiatan akhir masa pendidikan, seperti di Pondok Pesantren Putri Al-Badriyyah Suburan Mranggen Demak yang diasuh KH Muhibbin Muhsin Al-Hafidz. Kegiatan ini didahului dengan berbagai musabaqoh (perlombaan) khas pesantren.
“Kegiatan musabaqoh dalam rangka haflah akhirussanah ini merupakan kegiatan rutin yang kita selenggarakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan santri dalam menyerap ilmu selama setahun ini yang sudah diajarkan oleh para asatidz,” jelas ketua panitia penyelenggara, Nurul Khasanah, Kamis (23/4) lalu.
Musabaqoh yang berlangsung dari tanggal 23 sampai 28 April ini diikuti seluruh santri putri yang berjumlah sekitar 500 santri, memperlombakan beberapa kekhasan pesantren seperti parade sholawat, kaligrafi, puitisasi al-Quran, khithobah bahasa Indonesia dan Jawa, baca kitab kuning, hafalan Imrithi dan Alfiyyah, estafet murattal dan cerdas cermat ilmu agama (CCIA). Juga lomba keterampilan perempuan seperti merangkai buah, kreasi jilbab, menghias kamar (K7), membuat taplak meja. Serta lomba yang sifatnya hiburan seperti fashion show, iklan, dan lain-lain.
“Dalam musabaqoh ini jangan hanya mencari kemenangan semata tapi carilah pengalaman dalam rangka menempa sejauh mana mental santri dalam berkompetisi secara sehat, fair play. Karena dimulai dari kehidupan pesantrenlah, para santri nantinya akan terbiasa hidup bermasyarakat yang beraneka ragam corak budayanya,” ujar K. Muhammad Hafidz Al-Ma’zy mewakili asatidz saat membuka musabaqoh.
“Harapannya nanti santri dalam bersosialisasi dengan masyarakat mempunyai sikap tegas dalam memegang teguh prinsip pesantren dan luwes pada kehidupan sosial kemasyarakatan,” harapnya. [bz]


Minggu, 23 Agustus 2015

Muwada’ah Pesantren Al-Badriyah Mranggen, Umi Hj. Nadliroh Al Hafidhoh: Hubungan Kiai-Santri Abadi



Ukuran ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dapat membawa seorang seseorang (santri) bertambah giat dalam  beribadah dan bertambah ketakwaannya kepada Allah SWT.
Pesan tersebut disampaikan oleh Hj. Nadliroh Muhibbin Al Hafidhoh mewakili pengasuh pondok pesantren Al Badriyyah Mranggen Demak, KH. Muhibbin Muhsin Al Hafidh,  saat melepas para santri dalam malam Muwadaah Akhirus Sanah di aula pesantren, pada Rabu malam (26/5).
“Selain itu, akhlaknya akan semakin bertambah baik dalam hubungan kemasyarakatan di lingkungan masing-masing,” tambahnya.
Pesan khusus juga ditujukan kepada santri putri agar selalu menjaga batas-batas aurat dan cara berpakaian menurut ajaran agama Islam yang sudah dipelajari di Pesantren selama ini.
“Jangan memakai busana yang mempertontonkan aurat. Tampil cantik dan elegan tidak harus memakai pakaian yang ketat dan transparan. Apalagi hal tersebut sangat dilarang oleh agama,” ujarnya.
Hal yang sangat mengharukan pada malam muwadaah tersebut adalah saat beliau menyampaikan bahwa hubungan kyai-santri akan tetap abadi. Beliau mengharapkan agar para santri selalu menjaga hubungan tali silaturahmi antar santri, dengan asatidz dan juga kepada pesantren, karena disadari atau tidak kyai akan selalu mendoakan yang terbaik bagi santrinya.
Salah seorang santri dalam sambutan mewakili santri lainnya menghaturkan syukur dan terima kasih atas bimbingan dan pengajaran dari pengasuh dan para asatidz sehingga mereka bisa diwisuda malam ini.
“Dan saya mewakili santri tak lupa memohon maaf bila selama ini merepotkan Abah Yai dan Umi juga asatidz dalam membimbing kami,” kata Anjang Diah Saputri.
Sudah menjadi agenda rutin Pondok Pesantren Al Badriyyah Mranggen Demak menyelenggarakan acara Muwadaah ini. Kemeriahan event Muwada’ah juga diwarnai tiap penampilan kreatifitas santri. Pada muwadaah ini para santri menampilkan berbagai ragam kreatifitas seni pesantren, seperti  shalawat, teatrikal, puisi, nyanyian lagu dan drama.(bz)

Sekilas Tentang Pondok Pesantren “AL-BADRIYYAH”


Pondok Pesantren Al-Badriyyah adalah suatu lembaga pendidikan yang rabbani dan menjadikan santri berprestasi yang berakhlak mulia.
Pondok Pesantren Al-Badriyyah  yang beralamat di Jl. Suburan barat Mranggen Demak 59567 ini menampung santri takhassush (tahfidzul qur’an), santri sekolah formal dan non formal. Dan Alhamdulillah pada tahun 2007 telah dibuka pendaftaran santri putra dan sekerang telah berjumlah lebih dari 100 santri.
Pondok Pesantren Al-Badriyyah berdiri pada tahun 1976 oleh Hadrotus Syeikh KH Muslih bin Abdurrahman Qosidil Haq, dengan memberi amanat kepada Abah (KH. Muhibbin Muhsin AH dan Umi Hj. Nadhiroh AH) sebagai pengasuh. Kemudian mulailah beberapa santri yang ingin mengaji dan akhirnya tempat mengaji itu diberi nama “AL-BADRIYYAH” (Bulan Purnama), dengan nama itu diharapkan agar pondok pesantren tersebut dapat menjadi pelita dunia, penerang agama Islam dan dapat meneteskan benih-benih generasi penerus pejuang agama yang berakhlak mulia, berilmu barokah manfaat segalanya.
Abah KH. Muhibbin Muhsin  adalah orang asli Mranggen, putra bapak H. Muhsin dan ibu Hj. Rohmah. Beliau putra kedua setelah Umi Hj. Mu’minah (yang diperistri Simbah KH. Muslih), menuntun ilmu di pesantren  sejak kecil, mulai dari ponpes Roudlotut Tholibin, Jragung Karangawen Demak. Setelah khatam Bil ghaib meneruskan di Kudus (Yanbuul Qur’an) dibawah asuhan Al Allamah KH. Arwani Amin, lalu di Pesantren API Tegalrejo Magelang.
Umi Hj Nadhiroh berasal dari Mrisi Tanggungharjo  Grobogan, Putri bapak H. Ma’shum. Beliau menuntut ilmu di Solo dan diteruskan di Jragung.
Saat ini, santri Al badriyyah sekitar 450 berasal dari berbagai daerah baik Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua juga dari  Malaysia.
Progam pesantren diantaranya Tahfidzul Qur’an, pengajian kitab salaf, Madrasah Diniyyah, Ta’limul Khitobah dan pelatihan life skill keputrian. (bz)

Sabtu, 22 Agustus 2015

Tahlil Bersama Meriahkan Malam ‘Tirakatan’ 17 Agustus



Sehari sebelum tanggal 17 Agustus yaitu saat merayakan hari Kemerdekaan Indonesia, sering digelar malam tirakatan atau malam menjelang esok merayakan dirgahayu Indonesia. Saat malam tirakatan ini biasanya warga akan datang dan kumpul untuk kemudian mengenang jasa-jasa para pahlawan, diantaranya dengan mendengarkan "kesaksian" atau kisah dari para sesepuh warga yang dahulu sempat mencicipi bagaimana perjuangan merebut kemerdekaan. Kegiatan ini biasanya akan menjadi inti dari acara tirakatan tersebut selain nantinya juga akan ditutup dengan ramah tamah dari warga sendiri.
Besar kemungkinan, kosakata tirakatan tersebut secara etimologis berasal dari thariq atau thariqah (bahasa Arab) yang berarti jalan. Maksudnya jalan hidup asketis seorang sufi atau dalam dunia tasawuf yang ditempuh untuk mencapai kemuliaan dan kedudukan (maqam) yang lebih dekat dengan Tuhan.
Dalam konteks malam pitulasan, tirakatan ini menjadi sejenis syukuran kepada Allah sebagai acara rutin yang diadakan di setiap RW pada setiap malam menjelang 17 Agustus, selepas waktu isya atau sekitar pukul 20.00 sampai tengah malam. Di samping itu, tirakatan juga bisa dimaknai semacam sarasehan dan renungan bersama tentang makna dan fungsi kemerdekaan bagi seluruh anak bangsa.
Di kampung Suburan Barat juga tak ketinggalan mengadakan kegiatan tersebut yang digelar di Halaman Pesantren Al Badriyyah bersama masyarakat dan para santri, pada Ahad malam (16/8).
Ketua RT, Bapak Nu Hadi mengemukakan pentingnya mengenang jasa-jasa pahlawan yang telah berjuang untuk negara dan bangsa.
" Acara ini digelar sebagai salah satu wujud untuk mengenang dan menghargai jasa para pahlawan yang berjuang untuk meraih kemerdekaan, dimana bayak sekali kyai dan santri yang mempunyai andil besar dalam perjuangan kemrdekaan," jelasnya.
Sedangkan bapak Supardi sebagai sekretaris RT mengatakan, malam tirakatan tersebut untuk mengenang perjuangan para pahlawan bangsa dan memupuk semangat nasionalisme.
"Dengan semangat nasionalisme dan mengenang jasa pahlawan, masyarakat dapat memberikan kontribusi positif bagi pembangunan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia," tuturnya.
Doa bersama dan bacaan Dzikir Tahlil yang dipimpin oleh KH. Muhibbin Muhsin Al Hafidz dan doa oleh KH. Abdul Kholiq Murod, Lc menjadi acara inti dalam kegiatan ini.
Acara kemudian ditutup dengan makan malam dan ramah tamah dengan tetangga-tetangga juga para santri sembari mempererat tali persaudaraan. (bz)